The Fed Diperkirakan Akan Turunkan Suku Bunga, Rupiah Ditutup Menguat 7 Poin
NewsHotEkonomi
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

ILustrasi rupiah. (freepik)

Jakarta, tvrijakartanews - Nilai tukar rupiah ditutup menguat 7 poin atau 0,04 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan rupiah dampak dari The Fed kemungkinan menurunkan suku bunga.

Dikutip data Bloomberg, rupiah menguat 7 poin atau 0,04 persen pada level Rp15.792 per dolar. Sedangkan data Yahoo Finance rupiah menguat 8 poin atau 0,05 persen di level Rp15.785 per dolar AS.

"The Fed memang menandai kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 75 basis poin pada tahun ini, namun menambahkan bahwa hal ini akan sangat bergantung pada jalur inflasi," kata Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (26/3/2024).

Ibrahim mengatakan Hal ini membuat rilis indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi inti, yang merupakan ukuran inflasi dasar yang disukai The Fed, menjadi fokus perhatian.

"Meskipun hal ini akan dirilis ketika pasar tutup pada hari Jumat Agung," ujarnya.

Selain itu, kata Ibrahim, ada sejumlah pejabat Fed yang akan berbicara minggu ini – termasuk Ketua Fed Jerome Powell, presiden Fed Atlanta Raphael Bostic dan gubernur Fed Lisa Cook dan Christopher Waller.

"Komentar mereka juga akan dipelajari dengan cermat seiring pasar mencari petunjuk mengenai arah kebijakan suku bunga, termasuk kemungkinan bank sentral mulai menurunkan suku bunga pada bulan Juni," jelasnya.

Taruhan penurunan suku bunga pada bulan Juni oleh Bank Sentral Eropa dan Bank of England telah meningkat secara substansial setelah Swiss National Bank menjadi bank sentral besar pertama yang menurunkan biaya pinjaman minggu lalu dan Gubernur BoE Andrew Bailey mengatakan kepada Financial Times bahwa penurunan suku bunga "adalah hal yang wajar." dalam permainan" tahun ini.

Selain itu, Presiden Bundesbank Joachim Nagel mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa ECB mungkin berada dalam posisi untuk menurunkan suku bunga sebelum reses musim panas, mungkin pada bulan Juni, karena inflasi sedang menuju kembali ke target bank sebesar 2 persen.

"Eropa akan melakukan pengujian inflasi minggu ini dengan data harga konsumen yang dikeluarkan dari Perancis, Italia, Belgia dan Spanyol, menjelang laporan CPI zona euro secara keseluruhan minggu depan," ucapnya.

Ekonomi Indonesia Tetap Kuat

Ibrahim menambahkan pasar merespon positif terhadap prospek perekonomian Indonesia diperkirakan tetap kuat sejalan dengan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Indonesia yang dipertahankan pada BBB+ dengan outlook stabil oleh Lembaga Pemeringkat Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCR).

"Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat dan utang pemerintah yang terkendali," ungkapnya.

JCR juga memperkirakan bahwa utang pemerintah akan menurun secara gradual sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi dan defisit fiskal pemerintah. Dengan afirmasi rating Indonesia tersebut.

"Pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia. Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan serta sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah," sambungnya.

Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, serta merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga.

Adapun, JCR memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 5 persen, didukung oleh konsumsi swasta dan investasi.

"Implementasi UU Cipta Kerja dinilai mampu meningkatkan penanaman modal asing (PMA) antara lain untuk pembangunan infrastruktur dan Ibu Kota Nusantara," tambahnya.

Dari sisi fiskal, kredibilitas kebijakan fiskal diperkirakan terjaga, tecermin pada defisit fiskal yang kembali berada di bawah 3 persen dari PDB pada 2022 yang oleh implementasi reformasi perpajakan dan realokasi belanja pemerintah.

Pada 2023, defisit fiskal kembali tercatat turun menjadi 1,66 persen dan akan tetap dipertahankan di bawah 3 persen untuk 2024.