Tim Hukum Ganjar-Mahfud Ungkapkan Sejumlah Permohonan Kepada MK
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu (27/3/2024).

Jakarta, tvrijakartanews - Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengungkapkan sejumlah petitum atau tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di dalam ruang sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam petitumnya, Todung meminta kepada MK agar mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dari peserta pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Selain itu, pihaknya juga memohon kepada MK untuk meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar melakukan kegiatan pemungutan suara ulang antara paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies-Muhaimin dan paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 03 Ganjar-Mahfud di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) paling lambat 26 Juni 2024.

"Mendiskualifikasi Prabowo dan Gibran selaku paslon pserta pilpres 2024, memerintahkan pada KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang antara Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud di seluruh tempat pemungutan suara, selambat-lambatnya 26 Juni 2024," kata Todung di dalam sidang perdana PHPU di MK, Rabu (27/3/2024).

Todung menilai, bahwa telah banyak pelanggaran yang terjadi di masa proses penyelenggaraan pemilu 2024, ia mengatakan seharusnya pemilu dilaksanakan secara jujur, adil, dan bebas. Dalam artian tanpa adanya intimidasi atau menuntut masyarakat agar berpihak kepada salah satu paslon.

"Pilpres 2024 bukan pilpres biasa, tapi seperti dikeluhkan banyak orang, pilpres 2024 dipenuhi berbagai pelanggaran pemilihan umum yang seharusnya dilakukan dengan jurdil, bebas sesuai pasal 22 e 1945, pasal tersebut sudah dilanggar terang-terangan," jelas Todung.

Todung pun meminta kepada MK agar berani dalam melakukan pembuktian atas banyaknya masalah dugaan pelanggaran yang terjadi di masa penyelenggaraan pemilu 2024.

Ia mengatakan selama ini MK dalam menyelesaikan masalah PHPU hanya dengan cara melihat perbedaan suara, tanpa melihat secara keseluruhan mulai dari pra pencoblosan, pencoblosan, dan proses penghitungan suara.

"Perlu kami terangkan bahwa pembuktian itu menuntut MK untuk berani melakukan pembuktian yang tidak sempit, terbatas pada perolehan suara. Pembuktian harus dilakukan secara menyeluruh, mencakup pelanggaran yang dilakukan Sejak pra pencoblosan dan pasca pencoblosan,"

"Dalam perkara PHPU selama ini MK hanya menyentuh masalah perbedaan perolehan suara, tidak melihat keseluruhan integritas pemilu di mana proses pada tahap pra pencoblosan-pencoblosan dan pasca pencoblosa menjadi bagian yang tidak terpisahkan," kata Todung.