Kasus DBD Meningkat di Amerika, Timbulkan Kekhawatiran
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto: freepik

Jakarta, tvrijakartanews - Kasus demam berdarah (DBD) di Amerika meningkat dalam tiga bulan pertama tahun ini. Kepala Organisasi Kesehatan Pan Amerika pada Kamis (28 Maret) mengatakan, sebanyak tiga kali lipat jumlah infeksi yang dilaporkan pada periode yang sama tahun lalu.

Melansir reuters, PAHO, sebuah badan PBB, telah mengkonfirmasi lebih dari 3,5 juta kasus demam berdarah dan lebih dari 1.000 kematian tahun ini hingga bulan Maret di seluruh Amerika. Brasil, Argentina, dan Paraguay adalah negara-negara yang paling parah dilanda demam berdarah. Para pejabat PAHO menggambarkan hal ini sebagai kemungkinan wabah terburuk di Amerika hingga saat ini karena penyakit virus mematikan yang ditularkan oleh nyamuk.

Direktur PAHO Dr. Jarbas Barbosa da Silva mengatakan di seluruh wilayah terdapat sekitar 4,5 juta kasus yang dilaporkan sepanjang tahun 2023, yang menurutnya menempatkan Amerika pada jalur jumlah kasus tertinggi yang pernah ada pada tahun ini.

“Jadi, mungkin ini akan menjadi musim demam berdarah terburuk di Amerika, jadi alasan ini sangat penting bahwa negara-negara yang saat ini mengalami peningkatan penularan yang sedang mengalami epidemi ini adalah mereka perlu melipatgandakan upayanya yaitu dengan memberikan lebih banyak tindakan. untuk memberikan pengendalian vektor," kata Jarbas.

Barbosa da Silva menekankan bahwa lonjakan infeksi harus mendorong pejabat kesehatan masyarakat di seluruh wilayah untuk “melipatgandakan upaya” untuk mengatasi wabah ini dengan lebih baik melalui pengendalian vektor dan pelatihan personel untuk mendeteksi gejala paling parah yang dialami pasien.

Sedangkan, menurut data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS sekitar 4 miliar orang, atau sekitar setengah populasi dunia, tinggal di daerah yang berisiko tertular demam berdarah.

Koordinator serveillance kesehatan lingkungan, Rio Janeiro menjelaskan, “Ikan guppy adalah strategi sukses yang kami gunakan. Ini membantu memerangi demam berdarah di wilayah panas, terutama di wilayah yang terkena dampak perubahan iklim,” jelasnya.

Gejala demam berdarah antara lain demam, sakit kepala, muntah, ruam kulit, serta nyeri otot dan sendi. Dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan demam berdarah yang lebih parah, sehingga mengakibatkan pendarahan yang dapat berujung pada kematian.

Lebih lanjut, menurut Direktur Institut Laut Perkotaan, Ricardo mengatakan pihaknya menghabiskan waktu seminggu dengan suhu angin dingin 62 derajat Celcius (144,14 Fahrenheit). Kemudian, curah hujan mencapai 300 milimeter.

"Kami merasakan apa yang dikatakan beberapa ilmuwan beberapa dekade lalu, di era kejadian ekstrem dan sering terjadi,," ungkapnya.

Sebagian besar kasus demam berdarah biasanya terjadi antara bulan Februari dan Mei, bulan-bulan akhir musim panas di Belahan Bumi Selatan.