
Melihat Sejarah Keraton Kaibon, Jadi Bukti Sejarah Masa Kejayaan Kesultanan Banten / Foto: Dimas Yuga Pratama
Banten, tvrijakartanews - Keraton Kaibon, menjadi saksi sejarah masa kejayaan Kesultanan Banten.
Keraton yang dibangun pada tahun 1815 ini, merupakan bekas kediaman Sultan Syafiuddin, Sultan Banten ke 21 yang memerintah pada 1809-1815.
Keraton Kaibon berada di Kampung Kroya, Kasunyatan, Kasemen, Serang, Banten. Lokasinya pun tidak jauh dari Keraton Surosowan, keraton pertama di Banten.
Staf Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah VIII Provinsi Banten dan DKI, Mulangkara menuturkan, nama keraton ini berasal dari kata "ka-ibu-an" yang berarti "keibuan".
"Jadi, ini situs peninggalan pada masa kerajaan Banten, atau Kesultanan Banten ini namanya kraton Kaibon. Kaibon sendiri berasal dari kata kaibuan, jadi kraton yang bersifat khusus untuk kediaman ibu sultan Banten," tuturnya kepada tvrijakartanews.com, Selasa 14 Mei 2024
Lebih lanjut ia mengatakan, keraton Kaibon ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiuddin, Ratu Asiyah, yang tinggal di sana untuk mendampingi anaknya dalam memimpin Kesultanan Banten saat Sultan Syafiuddin masih berusia 5 tahun.
"Jadi, ini untuk ibu Sultan tinggal disini. Jadi ada pusat pemerintahan, ada kediaman ibu," katanya
Menurutnya, Keraton Kaibon itu ditandai dengan adanya bangunan bergaya paduraksa, yang diduga kuat merupakan kediaman dari ratu Asiyah
"Ditengahnya ada pintu gerbang bergaya paduraksa, paduraksa ini menandakan pintu sakral. Karena paduraksa dua ditengah, kemudian nanti akan ditemukan bangunan yang diduga kuat itu adalah kratonnya, atau kediaman dari ratu asiyah dengan putranya yang masih kecil, sebagai Sultan terakhir di Kesultanan Banten, yaitu Muhammad Syafiuddin," bebernya
Berdiri dilahan seluas 2 hektar, Keraton ini juga ikelilingi oleh kanal, atau sungai buatan sebagai media transportasi air dan media pertahanan pada masa itu
Selain itu, ciri bangunan yang menjadi salah satu ciri khas pada Keraton Kaibon ini adalah dengan adanya 5 pintu gerbang bentar bergaya arsitektur Jawa dan bali
"Kalau filosofi jumlahnya ada 5, berarti melambangkan rukun islam. Kalau dari bentuknya, ini kan bergaya arsitektur Jawa bali, kalau Jawa bali itu kan kebudayaan ya, jadi kebudayaan itu artian disini islam itu kan rahmatan lil alamin ya, boleh menerima budaya apapun asal tidak terganggu akidahnya," tandasnya
"Kalau secara ke bentukannya, seperti gunung dibelah dua dan bentar ini masih bersifat profan, tidak sakral," sambungnya
Selain itu, pada bagian bangunan Keraton juga ditemukan tempat yang disebut sebagai bagian sakral pada Keraton Kaibon
"Kalau di pemerintahan islam, atau di kraton kraton islam atau bangunan berlatar belakang islam, tempat sakral itu biasanya itu masjid atau mushola ya, dan disini ada musholanya ya," paparnya
Hancurnya Keraton Kaibon
Kesultanan Banten dihapuskan mulai tahun 1816. Dan, di tahun 1816-1827 kaibon menjadi pemerintah Kabupaten Banten Lor yang dipimpin oleh Bupati pertama yang mendapat dukungan Belanda, yaitu Pangeran Aria Adi Santika.
Kemudian, pada tahun 1832, Situs Cagar Budaya Keraton Kaibon dibongkar oleh Pemerintah Hindia Belanda.
"Pada tahun 1832, kraton ini dibongkar oleh Belanda dengan alasan Belanda membutuhkan material untuk membangun pusat pemerintahan di serang. Bersamaan dengan itu juga, Sultan banten terakhir yang bernama Syafiuddin ditangkap dan dibuang ke Jawa Timur, karena dianggap komplotan atau back up-nya bajak laut, itu sebagai bentuk kriminalisasi ya oleh Belanda supaya bisa ditangkap," ucapnya.
Saat ini, keraton tersebut hanya menyisakan puing-puing bangunan tua yang sudah tidak utuh lagi.