
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto. (Foto: Chaerul Halim).
Depok, tvrijakartanews - Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai program tabungan perumahan rakyat (Tapera) merupakan bentuk penindasan baru.
Sebab, program Tapera itu dijalankan dengan memotong gaji pekerja Indonesia sebesar 2,5 persen.
"Terkait dari berbagai persoalan Tapera itu kan UU mengatakan seharusnya sifatnya tidak wajib. Tapi, ketika ini menjadi wajib, maka menjadi suatu bentuk penindasan yang baru dengan menggunakan otokrasi legalism," kata Hasto di Kampus Universitas Indonesia, Senin (3/6/2024).
Menurut dia, pemotongan gaji pekerja untuk menjalankan program Tapera seharusnya tak boleh dilakukan. Mengingat, saat ini akademisi hingga masyarakat telah menyampaikan kritik yang begitu keras terhadap program tersebut.
"Ini yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Bahkan, tadi menjadi bagian dari kritik kebudayaan yang disampaikan Prof Sulistyowati (Guru Besar Antropologi UI)," imbuh dia.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan program tabungan perumahan rakyat (Tapera) bukan potongan gaji atau iuran melainkan sistem menambung.
"Jadi saya ingin tekankan Tapera ini bukan potong gaji atau bukan iuran, Tapera ini adalah tabungan," kata Moeldoko ditemui di Kantor Staf Presiden di Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Moeldoko mengatakan selain itu, program Tapera ini dapat membantu pekerja yang sudah mempunyai rumah disebut bisa mencairkannya ketika pensiun.
"Dalam UU memang mewajibkan. Bentuknya nanti bagi mereka yang sudah punya rumah bagaimana apakah harus membangun rumah? Nanti pada ujungnya pada saat usia pensiun selesai, bisa ditarik dengan uang atau pemupukan yang terjadi," tuturnya.
Menurutnya, Tapera merupakan perpanjangan dari Bapertarum (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil) yang sebelumnya dikhususkan untuk aparatur sipil negara (ASN/PNS).
"Untuk itu maka pemerintah berpikir keras memahami bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu tidak seimbang," ungkapnya.
Selain itu, kata mantan panglima TNI itu mengaku, kebijakan ini diperluas untuk mengatasi masalah backlog perumahan di mana 9,9 juta masyarakat disebut belum memiliki rumah.
"Untuk itu maka harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya nanti bisa walaupun terjadi inflasi, tetapi masih bisa punya tabungan untuk membangun rumahnya. Itu sebenarnya yang dipikirkan," tambahnya.
Dikatakannya, untuk besaran simpanan peserta Tapera yang ditetapkan adalah 3 persen dari gaji atau upah. Besaran tersebut terbagi atas 0,5 persen ditanggung pemberi kerja dan 2,5 persen wajib dibayarkan oleh pekerja.
Moeldoko meminta masyarakat memberikan waktu kepada pemerintah untuk memikirkan cara terbaik guna memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Ke depan pemerintah mengaku akan menggencarkan komunikasi dan dialog dengan masyarakat dan dunia usaha, sebelum kebijakan ini benar-benar dilaksanakan 2027.
"Kita masih ada waktu sampai 2027. Jadi masih ada kesempatan untuk konsultatif, nggak usah khawatir," pungkasnya.

