Stafsus Presiden Angkie Yudistia Ungkap Perempuan Disabilitas Alami Tantangan Ganda di Indonesia
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Stafsus Presiden Angkie Yudistia saat ditemui di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta Pusat. Foto M Julnis Firmansyah

Jakarta, tvrijakartanews - Staf Khusus Presiden, Angkie Yudistia menyebut perempuan Indonesia, terutama yang menyandang disabilitas, mengalami tantangan hingga dua kali lipat dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan tersebut ditemui saat seorang wanita sedang meniti karier, politik, hingga bisnis.

Angkie yang merupakan penyandang tuli mengaku mengalami sendiri tantangan tersebut. Ia merasakan beberapa kesulitan karena harus hidup dengan keterbatasan tersebut.

“Kalau perempuan disabilitas dobel-dobel susahnya. Misalnya saya harus pakai alat bantu (dengar), kebayang kalau alat bantunya rusak. Nangis karena enggak bisa denger sama nangis karena alatnya mahal,” kata Angkie di Jakarta Gedung Sekretaris Kabinet, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Juni 2024.

Staf Khusus Presiden Bidang Sosial itu menyebut pemerintah telah menyediakan tak BPJS Kesehatan untuk membantu penyandang disabilitas seperti dirinya mendapat biaya alat bantu dengar (ABD). Namun, asuransi tersebut tak menutup seluruhnya karena harga ABD yang mahal.

Oleh karena itu, perempuan penyandang tuli seperti dirinya harus selalu bekerja ekstrem keras, selain untuk memenuhi semua keperluan hidup dan pendidikannya, juga memenuhi kebutuhan alat bantu dengarnya.

“Kalau ditanya ‘Angkie kerja keras buat apa sih?’ Ya buat beli alat bantu dengar aja mahal, terus untuk meng-upgrade skill juga berbayar. Kita investasi untuk diri kita sendiri,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Angkie juga memaparkan bahwa perempuan disabilitas kerap dirundung rasa insecure dan tidak percaya diri. Hal ini menjadi tantangan tambahan karena mereka harus bekerja keras menghilangkan perasaan tersebut.

“Penyandang disabilitas itu harus melawan dirinya sendiri, melawan insecure-nya sendiri karena sebagai seorang disabilitas sering banget dianggap enggak mampu, dianggap enggak bisa.”

“Mau enggak mau kita harus meng-upgrade skill kita, caranya gimana? Pendidikan," pungkasnya.