
PT Botani Seed Indonesia mengembangkan inovasi benih padi cerdas iklim. (Humas PT Botani Seed Indonesia)
Jakarta, tvrijakartanews - PT Botani Seed Indonesia mengembangkan inovasi benih padi cerdas iklim agar dapat mengurangi kebutuhan pupuk dan air. Selain, Keterlibatan agrobisnis dalam pertanian cerdas iklim secara konstruktif juga dapat mendukung pemerintah memenuhi target nasional pengurangan emisi karbon.
“Benih cerdas iklim memiliki produktivitas tinggi namun low cost. Hal ini karena penggunaan pupuk lebih sedikit dan pemanfaatan air lebih efisien,” kata Direktur PT Botani Seed Indonesia Dadang Syamsul Munir dalam konferensi pers Inovasi Agrobisnis Melalui Pertanian Cerdas Iklim yang digelar PRISMA dan Katadata, di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Dadang menjelaskan keunggulan tersebut menjadikan benih inovasi yang lebih adaptif terhadap iklim sehingga dapat mengurangi produksi emsi gas rumah kaca (GRK)
Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan benih inovasi kami lebih adaptif terhadap perubahan iklim karena mampu mengurangi produksi emis GRK,” ujar Dadang.
Dadang menambahkan, benih cerdas iklim juga adaptif terhadap iklim kering, pada tahun lalu, penjualan dari benih cerdas iklim mencapai 300 ton.
“Bentuk pertanian cerdas iklim yang dilakukan PT Agrotama Tunas Sentosa adalah pengembangan produk pupuk berbasis mineral organik yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi produksi gas metana,” tutur Dadang.
Direktur Agrotama Tunas Sarana (ATS) Eddyko mengatakan pupuk ramah lingkungan ini berasal dari cangkang kerang-kerangan dan sedimen diatom yang ditambang tanpa proses kimiawi sehingga lebih aman bagi tanaman dan lingkungan.
“Pupuk ini mengandung unsur hara makro sekunder yang dapat membantu meningkatkan kesehatan dan hasil tanaman serta memperbaiki dan menjaga kesuburan tanah. Penggunaan pupuk ini juga mampu menetralkan keasaman tanah sehingga menghambat pertumbuhan bakteri metanogenik yang menghasilkan gas methana,” jelas Eddyko.
Menurut Eddyko, pihaknya berkolaborasi dengan petani kunci bawang merah dan Dinas Pertanian Sumatera Utara dalam mendorong adopsi penggunaan pupuk komersil berbasis mineral-organik.
“Selain itu bisa meningkatkan hasil panen dan juga memperbaiki kondisi tanah dan menekan pencemaran lingkungan,” ujar Eddyko.
Perwakilan dari PRISMA Medhat Kemal menambahkan, PRISMA bekerja sama dengan produsen benih jagung di NTT dalam mengembangkan ketersediaan benih jagung adaptif iklim kering di pasar komersial. Salah satunya adalah benih jagung varietas Lamuru dan Jakarin yang merupakan hasil penelitian dari Balai Pengujian Standar Instrumen Tamaman Serealia Maros.
“Banyak petani sudah merasakan keunggulan benih ini namum sulit untuk mendapatkan akses ini karena selama ini mereka mendapatkan itu dari pemerintah secara subsidi. Karena itu, kami bekerja bersama produsen benih lokal yang berada di Beu, Manggarai Timur, dan Sika untuk mempermudah para petani mendapatkan varietas Lamuru dan Jakarin di pasaran,” kata Medhat.
Menurut dia, kedua varietas tersebut sesuai untuk kondisi NTT dengan lahan dan iklim kering, dengan angka rata-rata produktivitas mencapai 7 ton per hektare.
PRISMA, program kemitraan antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Pemerintah Australia melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) untuk pertumbuhan pasar pertanian nasional telah menjalin 273 kemitraan publik dan swasta dan memberi dampak positif peningkatan pendapatan bagi lebih dari 1,5 juta rumah tangga petani kecil di Indonesia.
Sebagian besar kemitraan yang dilakukan PRISMA memiliki elemen pertanian cerdas iklim yang ditandai dengan adanya peningkatan produktivitas dan meningkatnya resiliensi petani terhadap perubahan iklim. Cerita sukses mengenai kemitraan untuk pertanian cerdas iklim dapat dibaca melalui situs web PRISMA aip-prisma.or.id