
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. (Tangka layar laman resmi Kementerian Investasi/BKPM)
Jakarta, tvrijakartanews - Kementerian Investasi/BKPM menyampaikan tempat peleburan (smelter) tembaga yang dibangun PT Freeport Indonesia (PTFI) di Manyar, Gresik, Jawa Timur, dapat memperkuat pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia. Hal ini menjadi bagian penting guna mewujudkan hilirisasi tembaga yang menjadi komponen pemajuan ekosistem kendaraan listrik.
"Mobil listrik membutuhkan tembaga. Jadi kalau ekosistemnya sudah masuk maka kita menjadi salah satu negara yang punya komponen bahan baku baterai listrik yang komplit," kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Jakarta, Jumat, (28/6/2024).
Bahlil menambahkan salah satu produk hasil hilirisasi tembaga yang nantinya dihasilkan untuk pemajuan ekosistem EV, yakni bahan serbaguna foil tembaga (copper foil) yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembungkus baterai kendaraan listrik.
"Kami berpikir bahwa hilirisasi copper (tembaga) ini adalah bagian dari instrumen untuk bahan-bahan baku untuk baterai. Copper foil itu kan untuk membungkus baterai," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menyampaikan, pihaknya berharap smelter tembaga terbaru milik PTFI tersebut bisa mulai beroperasi pada Agustus.
"Hal itu dikarenakan pihaknya memerlukan waktu 6-7 minggu untuk melakukan pemanasan smelter, sebelum masuk fase peleburan," kata Tony.
Smelter PT Freeport Indonesia dirancang untuk memurnikan 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun, dan bersama dengan smelter yang dioperasikan PT Smelting, total kapasitas pemurnian mencapai 3 juta ton per tahun. Hal ini akan menghasilkan sekitar 1 juta ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak per tahun.
Sedangkan nilai investasi kumulatif untuk proyek yang menempati lahan 100 hektar di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated And Ports Estate (KEK-JIIPE) ini telah mencapai Rp55 triliun atau sekitar 3,67 miliar dolar AS.

