OJK Tengah Susun Paduan Resiliensi Digital pada Perbankan
EkonomiNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Ilustrasi Gedung OJK. (Tangkap layar laman resmi OJK)

Jakarta, tvrijakartanews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun Paduan Resiliensi Digital (Digital Resilience Guideline) yang dapat digunakan oleh bank dan akan diluncurkan dalam waktu dekat.

"Kami di Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan (DPNP) sedang menyusun, mungkin dalam waktu dekat tiga minggu atau satu bulan ke depan, kami akan launching namanya Digital Resilience Guideline," kata Deputi Direktur Direktorat Pengembangan Perbankan (OJK) Zulkifli Salim dalam Digital Bank Summit 2024 di Jakarta, Selasa (23/7/2024).

Zulkifli menambahkan Panduan Resiliensi Digital ini tidak hanya untuk memperkuat resiliensi dari sisi pencegahan serangan siber tetapi juga dari sisi daya saing produk (product competitiveness).

"Banyak kasus perbankan yang mengalami kegagalan tidak hanya diakibatkan oleh serangan siber," ujarnya.

Menurut Zulkifli, sebagai contoh kasus yang dialami oleh bank Bo, yang merupakan bagian dari Royal Bank of Scotland Group di Britania Raya, yang tidak sukses dikarenakan kurangnya keterlibatan pelanggan (customer engagement).

"Jadi (belajar dari contoh kasus bank Bo) ada resiliensi dari sisi product competitiveness dan sebagainya," tuturnya.

Dikatakan Zulkifli, pihaknya juga sedang menyusun AI Governance untuk bank di Indonesia. Ini salah satunya untuk memastikan tidak ada pelanggaran prinsip keadilan (fairness) saat bank menggunakan mekanisme big data, kecerdasan buatan (AI), dan machine learning.

"Untuk perbankan, itu ada beberapa kasus yang penggunaan AI di luar negeri itu juga yang tidak fair. Makanya di Singapura dan di Uni Eropa itu sudah ada seperti fit fairness, ethics, accountability, transparency dalam penggunaan AI. Nah kami tidak mau penggunaan AI itu nanti justru mengabaikan prinsip-prinsip itu tadi,"

Selain itu, Zulkifli menjelaskan pihaknya tengah merancang Banking in Social Media Guideline. Dia mengingatkan, risiko cyber scammer yang bisa mendekati nasabah melalui media sosial.

Di sisi lain, bahkan banyak bank menggunakan akun-akun media sosial yang tidak terkualifikasi.

"Jadi banyak hal terkait penggunaan teknologi. Tidak hanya soal perkembangannya, tapi bagaimana nanti ke depan itu harus dijaga bahwa ini memang secure kemudian melindungi customer," pungkasnya.