Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi (Kanan). (Humas Kadin)
Jakarta, tvrijakartanews - Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menilai sektor telekomunikasi dan informatika punya potensi untuk berkembang pesat. Sebagai gambaran, pengguna internet seluler di dunia pada tahun 2023 sebesar 4,7 miliar dan diperkirakan mencapai 5,5 miliar di 2030.
"Sementara kontribusi sektor seluler terhadap PDB global pada 2023 sebesar 5,7 triliun dolar Amerika (AS) Serikat dan diperkirakan mencapai 6,4 triliun dolar AS di 2030," kata Budi ditemui di Kantor Kadin, Jakarta, Jumat (30/8/2024).
Budi mengatakan untuk sektor telekomunikasi dan informatika dunia, termasuk Indonesia, masih menghadapi tantangan. Pertama, tantangan kesenjangan konektivitas di mana 3,4 miliar populasi dunia belum memiliki akses internet, padahal 90 persen tinggal di area yang sudah dijangkau layanan mobile broadband.
"Jadi terkait dengan sektor telekomunikasi dan informatika di Indonesia, ada sejumlah isu penting yang harus ditangani bersama. Soal kesenjangan digital yang penyelesaiannya harus melalui pendekatan ekosistem, pendekatan sektor atau industri, dan juga pendekatan wilayah. Selanjutnya, soal kesenjangan talenta digital," tutur Budi.
Berikutnya, kata Budi, tantangan tantangan risiko keamanan siber. Ancaman keamanan siber seperti kebocoran data menjadi salah satu risiko utama yang dihadapi industri telekomunikasi dan informatika.
"Pada tahun 2030, diperkirakan Indonesia membutuhkan 12 juta talenta digital. Apabila tidak ada terobosan, maka kita hanya bisa mencapai 9 juta. Isu yang tidak kalah penting adalah keamanan siber, karena ini merupakan masalah bersama," jelas Budi.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Komunikasi dan Informasi, Firlie Ganinduto mengatakan, Indonesia juga menghadapi tantangan dari minimnya dan tidak meratanya talenta-talenta yang cakap digital.
"Sebagian besar talenta digital yang terampil terpusat di Pulau Jawa dan tidak terdistribusi secara merata di seluruh Indonesia. DKI Jakarta memiliki persentase penduduk dengan kecakapan digital tertinggi (92 persen), jauh di atas rata-rata Indonesia yang hanya 75 persen," kata Firlie.
Firlie menjelaskan sedangkan menurut riset Bank Dunia dan McKinsey laporan Asian Development Bank, Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital selama periode 2015 – 2030, atau rata-rata 600 ribu orang per tahun.
“Kesenjangan ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti akses internet berkecepatan tinggi yang terbatas, sistem pendidikan yang belum sepenuhnya mendukung pengembangan keterampilan digital, dan peluang terbatas untuk memperoleh keterampilan digital di luar Pulau Jawa,” ungkap Firlie.
Firlie melanjutkan, segala tantangan tersebut hanya bisa diatasi apabila semua pemangku kepentingan berkolaborasi untuk mencari solusi bersama. Hal itulah yang mendorong Kadin Indonesia berinisiatif menggelar FGD, yang bertujuan untuk memetakan dan menganalisis tantangan yang ada, kemudian membahas dan merumuskan rekomendasi kebijakan strategis untuk menjawab tantangan tersebut, sekaligus meningkatkan sinergi antar pemangku kepentingan.
“Diskusi ini diharapkan menghasilkan rekomendasi yang dapat menjadi panduan untuk strategi dan kebijakan di masa depan yang lebih sinergis dan efektif. Dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, forum ini diharapkan dapat menyatukan ide dan solusi untuk mengatasi kesenjangan dan mengoptimalkan potensi sektor ini secara lebih inklusif dan berkelanjutan,” tandas Firlie.