
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat memimpin konferensi pers di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali. Foto M Julnis Firmansyah
Bali, tvrijakartanews - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan pentingnya perhelatan Indonesia Afrika Forum (IAF) ke-2 di Bali pada tanggal 1-3 September 2024. Menurut Retno, forum ini akan menjadi pintu masuk bagi Indonesia ke negara-negara di Afrika yang tengah mengalami kemajuan di berbagai sektor.
Ia menyebut di tengah ketidakpastian global, Indonesia perlu menjalin kerja sama dengan berbagai negara untuk menguatkan dan mensolidkan kerja sama.
"IAF ini adalah salah satu kendaraan kita untuk memperkuat kemitraan dengan negara di Afrika. Rekan-rekan tahu bahwa Afrika diproyeksikan menjadi continent of the future atau kontinen masa depan, peluang kerjasamanya sangat besar," kata Retno di Bali Nusa Dua Convention Center, Benoa, Bali, Senin (2/9/2024).
Selain itu, Retno menyebut banyak negara di Afrika yang mengalami pertumbuhan ekonomi mencapai 4 persen atau melampaui pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun lalu. Afrika juga menjadi kontingen yang memiliki bonus demografi dengan penduduk usia muda besar.
"Selain itu Afrika juga diberkahi dengan berbagai sumber daya alam yang melimpah, termasuk mineral," kata Retno.
Lebih lanjut, Retno menyebut IAF Ke-2 tetap dihelat dengan mengedepankan Spirit of Bandung yang menjadi legacy penting dari Konferensi Asia-Afrika 1955. Menurut Retno, acara itu menjadi tonggak sejarah sekaligus pondasi penting hubungan Indonesia-Afrika.
"Kedekatan historis dengan negara Afrika harus terus kita jaga dan semangat Bandung perlu terus kita kobarkan," kata Retno.
Dalam kesempatan itu, Retno memaparkan nilai total komitmen kerja sama Indonesia dengan Afrika mencapai US$3,5 miliar di IAF Ke-2. Nilai itu naik enam kali lipat dibanding IAF pertama pada 2018 yang menghasilkan US$568 juta.
Beberapa kerja sama yang berhasil dijalin melalui forum itu, antara lain kesepakatan dalam hal pengelolaan panas bumi dan tenaga matahari. MoU pengembangan geothermal ini akan dilakukan antara PLN dengan Tanesco, Tanzania. Kerja sama tersebut berupa pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Afrika Timur Tanesco yang Kesepakatannya sudah dimulai sejak Januari 2024.
Kedua perusahaan tersebut kini tengah bekerja dalam mengadaptasi transformasi digital PLN untuk mengembangkan akselerasi Tanesco mencapai 10.000 Megawatt pada 2024 dan pengembangan pembangkit listrik panas bumi sebagai base load.
Selain itu, Direktur Afrika Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Dewi Justicia Meidiwaty, mengatakan terdapat kolaborasi proyek geothermal lainnya yang telah dilakukan PT Pertamina Geothermal Energy dengan ke Kenya.
Pertamina menyasar potensi energi baru terbarukan atau EBT di pasar global dengan menggandeng Africa Geothermal International Limited untuk mengembangkan potensi panas bumi di Kenya.
Di Kenya, Pertamina mengincar wilayah kerja panas bumi Longonot yang memiliki potensi pengembangan hingga 500 megawatt (MW), di mana 140 MW di antaranya telah siap dieksploitasi.