PDIP Usulkan 2 Langkah Perkuat Legitimasi Politik Presiden Terpilih di DPR Pasca Putusan MK
Cerdas MemilihNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Ketua DPP PDIP Said Abdullah. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan partainya akan tunduk dan patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu. PDIP, kata Said, mendorong 2 langkah rekayasa konstitusional untuk mencegah munculnya banyak pasangan capres-cawapres serta memperkuat legitimasi politik pasangan capres-cawapres terpilih di DPR.

"Dengan lahirnya putusan MK ini, maka kami pertama akan menggunakan mekanisme perekayasaan konstitusional yang diperintahkan oleh MK melalui mekanisme kerjasama atau koalisi partai dalam pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar Said kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).

Said mengatakan, semangat DPR saat pembahasan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait presidential threshold adalah memperkuat dukungan politik yang kuat di DPR terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih. Menurut dia, dukungan DPR yang kuat, maka agenda kebijakan, anggaran, dan legislasi dari pasangan presiden dan wakil presiden terpilih dapat berjalan dengan lancar.

"Dengan putusan MK, maka kami akan mengatur mekanisme kerjasama partai, dengan tanpa mengurangi hak setiap partai untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden, maka presiden dan wakil presiden terpilih tetap akan memiliki dukungan politik yang kuat di DPR," imbuh dia.

Langkah rekayasa konstitusional kedua, kata Said, adalah mengatur syarat calon presiden dan wakil presiden agar memenuhi aspek kepemimpinan, pengalamannya dalam peran publik, pengetahuannya tentang kenegaraan, serta rekam jejak integritasnya. Menurut dia, pengaturan tersebut bertujuan agar penggunaan hak dari semua partai untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden bisa memenuhi aspek yang bersifat kualitatif para calon, seperti pengalaman dan integritas.

"Pengujian syarat aspek aspek yang bersifat kualitatif terhadap bakal calon presiden dan wakil presiden dapat dilakukan oleh unsur dari perwakilan lembaga lembaga negara dan perwakilan tokoh masyarakat sebagai bagian syarat sahnya penetapan calon presiden dan wakil presiden oleh KPU," jelas Said.

Lebih lanjut, Said mengatakan PDIP akan mengikuti saran-saran dari MK dalam melakukan revisi UU Pemilu untuk menghapus presidential threshold dan melakukan rekayasa konstitusional mencegah munculnya banyak pasangan calon. Saran-saran MK sudah tertuang dalam pertimbangan hukum MK dalam putusan atas uji materi Pasal 222 UU Pemilu.

"Kami akan menjadikannya (saran MK) sebagai pedoman nanti dalam pembahasan revisi undang undang pemilu antara pemerintah dan DPR," pungkas Said.

Dalam pertimbangan hukum MK pada perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, hakim konstitusi Saldi Isra mengungkapkan bahwa MK juga memberikan pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional atau constitutional engineering agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak. Pedoman tersebut, antara lain, pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional," ungkap dia.

Ketiga, lanjut Saldi, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

"Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation," pungkas Saldi Isra.