Uni Eropa Menilai Kembali Penyelidikan Teknologi Terhadap Apple, Google dan Meta
Tekno & SainsNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Foto: reuters

Jakarta, tvrijakartanews - Komisi Eropa sedang mengevaluasi kembali penyelidikannya terhadap raksasa teknologi termasuk Apple, Meta dan Google Alphabet, Financial Times melaporkan pada Selasa (14/01).

Para raksasa teknologi telah mendesak Presiden terpilih AS Trump untuk menantang pengawasan regulasi Uni Eropa terhadap mereka. Implikasi dari masa jabatan presiden Trump menjadi salah satu faktor dalam peninjauan tersebut, kata seorang sumber kepada surat kabar tersebut, seraya mengklarifikasi bahwa kemenangannya tidak memicu peninjauan ini.

Peninjauan tersebut dapat menyebabkan Brussels mengurangi atau mengubah jangkauan penyelidikan, dan akan mencakup semua kasus yang diluncurkan sejak Maret 2024 di bawah Undang-Undang Pasar Digital (DMA) penting Uni Eropa.

DMA adalah salah satu regulasi paling ketat yang menargetkan dominasi pasar raksasa teknologi. DMA menentukan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh platform teknologi terbesar di dunia, dan dapat mengenakan denda hingga 10% dari pendapatan tahunan perusahaan.

Semua keputusan dan denda potensial akan ditunda sementara peninjauan selesai, tetapi pekerjaan teknis pada kasus tersebut akan terus berlanjut. Regulator sekarang menunggu arahan politik untuk mengambil keputusan akhir tentang kasus Google, Apple, dan Meta.

Apple, Meta, Google dan Komisi Eropa tidak segera menanggapi permintaan komentar. DMA mulai berlaku pada tahun 2022 dengan tujuan untuk mengekang kekuatan Big Tech dan memastikan persaingan yang setara bagi para pesaing yang lebih kecil.

Minggu lalu, Meta menghentikan program pemeriksaan fakta AS dalam salah satu perombakan terbesar pendekatannya dalam mengelola konten politik pada layanannya. Hal ini terjadi saat CEO Mark Zuckerberg mengisyaratkan keinginannya untuk memperbaiki hubungan dengan pemerintahan Trump yang akan datang.

Lebih lanjut, Bloomberg News melaporkan Uni Eropa sedang mempertimbangkan perluasan penyelidikannya terhadap apakah jaringan media sosial milik sekutu dekat Trump, Elon Musk, melanggar aturan moderasi kontennya.