Tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), Paulus Tannos. (Foto: kpk.go.id).
Jakarta, tvrijartanews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Paulus Tannos, tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), menggugat keabsahan penahanan sementara atau provisional arrest di pengadilan Singapura.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan, persidangan Paulus Tannos hingga kini masih berproses di Singapura.
"Sampai dengan saat ini di Singapura sendiri juga masih berproses kalau saya tidak salah pengadilan mungkin mirip seperti proses praperadilan ya di Indonesia," kata Tessa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/1/2025) malam.
"Saya tidak bisa menyamakan apple to apple karena beda sistem hukum bahwa yang bersangkutan menguji keabsahan penahanannya provisional arrest yang dilakukan otoritas sana atas permintaan dari Indonesia," sambungnya.
Menurut Tessa, KPK bersama Kementerian Hukum (Kemenkum), Polri dan Kejaksaan masih terus berupaya melengkapi syarat administrasi ekstradisi Paulus Tannos tanpa harus menunggu proses persidangan di Singapura.
Mengingat, Kemenkum optimistis melengkapi proses pemberkasan ekstadisi bakal rampung sebelum batas waktu 45 hari atau berakhir 3 Maret 2025.
"KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan saat ini sedang bersama-bersama memenuhi persyaratan tersebut yang tadi sudah saya sampaikan," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas meyakini proses pemberkasan ekstadisi terhadap tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), Paulus Tannos akan rampung sebelum tenggat waktu pada 3 Maret 2025.
Menurut dia, pihaknya bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung dan Kementerian Luar Negeri telah membentuk tim kerja dalam rangka mempercepat proses pelaksanaan ekstradisi terhadap Paulus Tannos.
"Saat ini untuk hal terkait dengan hal ini, sudah ada timeline yang disepakati bersama oleh seluruh kementerian terkait termasuk dengan KPK. Kita mengajukan permohonan dan seluruh kelengkapan berkas itu 45 hari batas lama waktu yang dibutuhkan dan itu akan berakhir pada 3 Maret 2025," kata Supratman dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (29/1/2025).
"Saya yakin dan percaya dalam waktu yang singkat hal tersebut bisa dipenuhi ya," tambah dia.
Supratman juga optimistis pihaknya tak akan menghadapi kendala yang bisa menghambat proses ekstradisi Paulus Tannos. Terlebih, Singapura dan Indonesia sudah menyepakati adanya perjanjian ekstradisi.
"Saya yakin dan percaya bahwa hubungan yang baik sebagai negara tetangga yang sangat bersahabat dan tentu dengan menghargai Perjanjian ekstradisi yang telah kita tandatangani dan telah kita ratifikasi bersama ini akan memudahkan dalam rangka penanganan kasus yang dimaksud," ucap dia.
Diketahui, KPK menetapkan Paulus Tannos sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019, dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun sebagaimana laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Terdapat tiga tersangka lain itu yang dijerat KPK, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
Penetapan keempat orang ini sebagai tersangka merupakan pengembangan dari fakta-fakta yang muncul dalam persidangan terkait korupsi e-KTP.
KPK bahkan mengakui kesulitan memeriksa Paulus Tannos karena sudah bermukim di Singapura. Bahkan, Paulus Tannos juga sudah berganti kewarganegaraan dan identitas sehingga KPK tak bisa menangkap tersangka dugaan korupsi e-KTP yang sudah buron sejak 19 Oktober 2021 tersebut.
Setelah ada pengajuan surat penahanan sementara, Paulus Tannos berhasil ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.
Saat itu, KPK melalui Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri mengajukan surat penahanan sementara Paulus Tannos kepada Interpol Singapura dan selanjutnya diteruskan ke СРІВ.