
Ilustrasi perumahan subsidi. Foto : Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews - Dewan Pers menyatakan dukungannya terhadap program pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang akan memberikan subsidi perumahan kepada 1.000 wartawan.
Dukungan ini dituangkan dalam Siaran Pers Nomor 7/SP/DP/IV/2025 yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.
"Dewan Pers menghargai perhatian pemerintah yang memberikan bantuan subsidi perumahan kepada wartawan," kata Ninik dalam keterangan pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Ninik menekankan bahwa proses pemberian subsidi harus mengikuti skema yang berlaku umum, sebagaimana masyarakat pada umumnya yang membutuhkan rumah.
Ia juga menegaskan, Dewan Pers tidak akan menyerahkan data jurnalis penerima subsidi secara langsung, kecuali atas persetujuan organisasi profesi atau perusahaan media terkait.
"Jika para pihak memerlukan data media/wartawan, Dewan Pers hanya bisa mengeluarkan setelah ada persetujuan dari organisasi wartawan/organisasi media," katanya.
Diketahui, program subsidi ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian PKP, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), BPS, Tapera, dan BTN.
Skema yang digunakan adalah FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), yang sebenarnya terbuka untuk semua warga negara yang memenuhi persyaratan, seperti belum memiliki rumah dan memiliki penghasilan maksimal Rp7 juta (lajang) atau Rp8 juta (berkeluarga).
Namun, rencana ini justru menuai penolakan dari tiga organisasi profesi jurnalis: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Mereka menilai, pemberian jalur khusus bagi jurnalis dalam program subsidi rumah dapat mencederai independensi dan integritas profesi.
"Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apapun profesinya," Ketua Umum PFI, Reno Esnir dalam keterangan pers yang diterima, pada Selasa (15/4/2025).
Ketua Umum AJI, Nany Afrida juga menyuarakan keprihatinan serupa. Ia menyebut, adanya keistimewaan bagi jurnalis bisa menimbulkan kesan negatif dari publik dan memunculkan keraguan terhadap independensi media.
"Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi. Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank," kata Nany.
Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan pun mengingatkan bahwa tugas Dewan Pers adalah menjaga marwah jurnalistik, bukan terlibat dalam program perumahan. Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus membenahi ekosistem media daripada memberikan keistimewaan semu kepada jurnalis.
"IJTI mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas perhatian kepada jurnalis, tapi berharap pemerintah bisa membantu pers dengan berbagai regulasi yang bisa membangun ekosistem media dengan baik," kata Herik.
"Pemerintah mesti fokus bagaimana persyaratan kredit rumah terjangkau semua lapisan masyarakat," jelasnya.
Ketiga organisasi ini sepakat bahwa yang dibutuhkan jurnalis saat ini adalah kepastian upah yang layak, jaminan keselamatan dalam liputan, serta lingkungan kerja yang menghargai profesionalisme.
Mereka menilai, jika kesejahteraan jurnalis diperbaiki melalui jalur yang benar, maka mereka dapat mengakses rumah subsidi tanpa harus diberi keistimewaan.