Kritik Sosial melalui Karya Sastra Semakin Relevan di Era Digital
NewsHot
Redaktur: Redaksi

Kritik Sosial melalui Karya Sastra Semakin Relevan di Era Digital. Foto : TVRI Jakarta

Jakarta, tvrijakartanews - Transformasi media kritik sosial melalui sastra terus berkembang seiring dengan perubahan zaman yang ditandai dengan teknologi digital.  Ketika media massa tersandera oleh klik dan algoritma serta ruang publik dibatasi oleh polarisasi dan sensasi, sastra tetap setia pada fungsinya sebagai medium kritik sosial. Dua pakar sastra Indonesia yaitu  Ganjar Harimansyah dan Mirza Gulam Ahmad mengemukakan hal itu, dalam acara Perspektif TVRI Jakarta dalam edisi khusus Wiwaksa Bastra Univesitas Indraprasta ( Unindra ) Jakarta, yang diproduksi Rabu 16 April 2025.

Mirza Gulam Ahmad dosen sastra Fakultas Bahasa dan Seni Unindra, mengemukakan hasil penelitian yang menyatakan,   bahwa 78% konten kritik sosial di media sosial yang viral dan mendapat respons positif mengandung unsur sastra, baik itu dalam bentuk puisi, cerita pendek, atau bahkan meme yang dikemas secara kreatif. Mirza juga mengemukakan munculnya  fenomena "sastra digital aktivisme" di mana para kreator konten menggunakan platform digital untuk menyuarakan kritik sosial melalui karya sastra.

Doktor Ganjar Harimansyah, Sekretaris Badan Pengembangan Bahasa dan Sastra Kemendikdasmen, dalam dialog Wiwaksa Bastra mengatakan, bahwa di tengah keramaian yang justru membisingkan, sastra hadir bukan sebagai pelarian, tetapi sebagai penyaring. Karya sastra  menawarkan kepastian dengan mengajukan pertanyaan yang membuat kita berpikir ulang: tentang dunia, tentang sesama, tentang diri. Menurut Ganjar, di zaman digital, sastra bukan sekadar seni merangkai kata atau pelipur lara bagi jiwa lelah. Ia adalah arena tempat nilai dan kuasa beradu secara halus dan juga tajam—melalui metafora, alur, dan suara tokoh-tokohnya. Di sana, kita menemukan kisah dengan segala kegelisahannya; bukan hanya hiburan, tetapi juga keberanian untuk mengungkap yang sering dibungkam. Pakar Sastra dari Pusat Badan Bahasa dan Sastra itu mengemukakan, dalam situasi ketika ruang publik dibatasi, disederhanakan, atau didominasi oleh wacana tunggal, sastra hadir sebagai medium alternatif yang memungkinkan orang berbicara, bahkan saat kebisuan dipaksakan. Untuk itu menurut Ganjar Harimansyah, dalam dunia yang kerap tergesa dan dangkal, sastra menuntut kita untuk berhenti sejenak, mendengar yang sunyi, dan melihat yang tidak tampak. Dan dari sanalah keberanian untuk berkata “ada yang tidak beres dan saya tak bisa diam” mulai menemukan bahasanya. Sastra, dengan demikian, bukan sekadar bacaan—ia adalah latihan keberanian. 

Dalam dialog Perspektif Wiwaksa Bastra yang dipandu Dina Swarama Diena dari TVRI dan Anita Pratama Indra dari Unindra, dosen sastra Unindra Mirza Gulam Ahmad menegaskan perlunya inovasi berkelanjutan dalam mengemas kritik sosial melalui sastra. Kritik sosial melalui sastra menurut Mirza,  tidak hanya menarik perhatian,  tetapi juga mampu mendorong perubahan sosial yang konstruktif. Kolaborasi antara sastrawan tradisional dengan content creator digital dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi tantangan ini. 

              Acara Wiwaksa Bastra yang digagas oleh Lembaga Pengembangan Bahasa Unindra dan dilaksanakan bekerjasama  dengan TVRI Jakarta, merupakan salah satu wujud kontribusi Lembaga Pengembangan Bahasa Unindra mendukung Tri Grata Bahasa yaitu mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan nenguasai bahasa Asing. Bagi Lembaga Pengembangan Bahasa yang dipimpin M.Kabul Budiono, program televisi satu bulan sekali dimaksudkan menjadi ajang literasi bahasa Indonesia dengan membicarakan berbagai masalah kebahasaan dan upaya mengembangkannya di era digital. 

             Untuk menghiasi dialog antara pakar bahasa acara Wiwaksa Bastra di selingi dengan penampilan puitisasi oleh kelompok Ranggon Sastra Fakultas Bahasa dan Seni Unindra. Untuk edisi kedua ini, Ranggon Sastra membawakan puisi berjudul Pejalanan Kubur karya Sutardji Calzoum Bachri serta puisi Ranggon Sastra berjudul Penebas Tari Langit. Wiwaksa Bastra yang dalam acara  Perspektif di TVRI Jakarta, untuk bulan April 2025 disiarkan pada hari Senin mulai pukul 17.00 sampai 18.00 WIB.