
Perayaan Malam 1 Sura yang digelar di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah, pada Kamis (26/6/2025) malam. Foto : Kementerian Pariwisata
Jakarta, tvrijakartanews - Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menyatakan bahwa perayaan Malam 1 Sura yang digelar di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah, merupakan bagian penting dari upaya pelestarian tradisi dan budaya Jawa. Lebih dari sekadar seremoni, acara tersebut juga dinilai memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata budaya.
"Perayaan Malam 1 Sura ini menjadi bentuk upaya melestarikan dan memperkuat tradisi budaya Jawa," kata Widiyanti sebagaimana dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Widiyanti menghadiri langsung acara tersebut dengan mengenakan busana tradisional Jawi Jangkep berupa kebaya Kartini hitam polos berlengan panjang dan jarik batik. Ia menilai, keunikan tradisi ini dapat menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara.
"Perayaan ini juga bisa menjadi daya tarik wisata budaya yang unik, menarik kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara untuk menyaksikan serta ikut serta dalam tradisi ini," katanya.
Acara puncak perayaan ditandai dengan Kirab Pusaka, yang dipimpin oleh Gusti Pangeran Haryo (GPH) Paundrakarna Jiwo Suryonegoro. Dalam prosesi tersebut, sejumlah pusaka keraton yang dianggap sakral dan memiliki nilai historis serta spiritual diarak mengelilingi kompleks Pura Mangkunegaran.
Kirab dilakukan dalam suasana hening dan temaram. Seluruh penerangan di area Pamedan dan sepanjang rute kirab dimatikan, digantikan oleh cahaya lampu minyak yang dibawa peserta kirab.
Selama prosesi, para peserta menjalani ritual Laku Tapa Bisu, yaitu berjalan kaki tanpa alas, tanpa berbicara, dan tanpa melakukan aktivitas lain. Ritual ini melambangkan pengendalian diri dan pencarian keseimbangan batin.
Setelah kirab selesai, pusaka dikembalikan ke Dalem Ageng. Acara kemudian dilanjutkan dengan tradisi rebutan air kembang bekas jamasan atau penyucian pusaka, yang diyakini membawa berkah.
Malam 1 Sura, yang menandai pergantian tahun dalam penanggalan Jawa, dianggap sakral oleh masyarakat Jawa. Perayaan ini menjadi momentum refleksi dan spiritualitas, mengajak masyarakat untuk menata diri menghadapi tahun yang baru.