Pemohon Meninggal, Uji Rangkap Jabatan Wakil Menteri Tidak Dapat Diterima MK
NewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Wakil Ketua MK Saldi Isra. (Foto: YouTube MK).

Jakarta, tvrijakartanews – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara).

Uji materiil yang berfokus pada rangkap jabatan wakil menteri pada perkara Nomor 21/PUU-XXIII/2025 itu tak diterima karena pemohon Juhaidy Rizaldy Roringkon telah meninggal dunia.

Oleh karena itu, menurut Mahkamah, berkenaan dengan kedudukan hukum Pemohon yang telah meninggal dunia tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut karena syarat anggapan kerugian hak konstitusional dalam pengujian undang-undang di MK harus relevan dan berkesinambungan dengan keberadaan Pemohon.

“Dengan demikian, karena Pemohon telah meninggal dunia maka seluruh syarat anggapan kerugian konstitusional yang didalilkan Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi oleh Pemohon,” jelas Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum di Ruang Sidang MK, pada Kamis (17/7/2025).

Saldi Isra juga mengungkapkan bahwa pemohon Juhaidy Rizaldy Roringkon telah meninggal dunia, berdasarkan surat keterangan dari RS Dr. Sutoyo, Jakarta Selatan pada 22 Juni 2025 pukul 12.55 WIB.

"Mengingat syarat lain yang juga harus dipenuhi untuk dapat diberikan kedudukan hukum bagi pemohon adalah apabila permohonan dikabulkan maka anggapan kerugian hak konstitusional oleh pemohon tidak lagi terjadi atau tidak akan terjadi," ucap dia.

Diketahui, Juhaidy Rizaldy Roringkon menguji konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara yang berbunyi, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.

Menurut Pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 17, Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (3) UUD NRI 1945. Pemohon merasa dirugikan karena tidak adanya larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan.

Hal ini menyebabkan praktik rangkap jabatan kian dipandang sebagai hal lumrah dalam penyelenggaraan pemerintah kekinian. Rangkap jabatan sendiri merupakan kondisi di mana seseorang menempati lebih dari satu jabatan pada waktu yang bersamaan, baik bidang yang sama maupun berbeda.

Kondisi rangkap jabatan ini, menurut Pemohon, berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan meskipun hal ini bukan merupakan suatu tindak pidana. Namun konflik kepentingan dalam bentuk rangkap jabatan menghadirkan kerentanan-kerentanan tersendiri apabila tidak diregulasi secara ketat.

Misalnya, kekhawatiran mengenai integritas pengambilan keputusan atau proteksi kepentingan dari publik serta pemegang saham untuk konteks privat.