Ketua Umum Muhammadiyah Ajak Umat Teladani Perdamaian Nabi Muhammad
NewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir. Foto : Istimewa/ Muhammadiyah

Jakarta, tvrijakartanews - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengajak umat Islam menjadikan keteladanan Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman dalam membangun perdamaian dan persatuan di tengah masyarakat.

"Dalam sejarah hidup beliau, kita mendapati sosok Nabi bukan hanya sebagai rasul pembawa wahyu, juga sebagai pribadi yang menghadirkan perdamaian, persaudaraan, dan persatuan di tengah masyarakat yang penuh konflik," kata Haedar dalam keterangan resminya, Sabtu (6/9/2025). 

Menurut Haedar, momentum Maulid Nabi hendaknya menjadi refleksi bersama untuk meneladani sikap Rasulullah yang selalu menjunjung tinggi perdamaian, meski kerap menghadapi situasi sulit.

Ia mencontohkan Piagam Madinah sebagai bukti nyata bagaimana Nabi membangun tatanan sosial-politik yang adil dan damai, dengan menjunjung pengakuan hak serta penghargaan terhadap keberagaman.

"Piagam Madinah menjadi bukti nyata, bagaimana beliau membangun tatanan sosial-politik yang adil dan damai. Nabi tidak membangun peradaban dengan permusuhan, tetapi dengan perjanjian, pengakuan hak, dan penghargaan terhadap keberagaman," katanya. 

Haedar juga menyinggung Perjanjian Hudaibiyah, peristiwa bersejarah yang menunjukkan kebijaksanaan Nabi. Meski pada awalnya dianggap merugikan kaum Muslimin karena batal menunaikan umrah, Nabi menerima perjanjian tersebut dengan penuh kesabaran.

"Beliau lebih memilih jalan damai ketimbang mengikuti emosi sesaat dalam situasi konflik. Kesabaran Nabi saat itu mengajarkan bahwa perdamaian bukan tanda kelemahan, melainkan strategi mulia yang membuka jalan kemenangan lebih besar," jelasnya. 

Ia menegaskan, kekuatan sejati seorang pemimpin tidak hanya diukur dari keberanian berperang, tetapi juga dari kemampuan menahan diri, memilih dialog, dan menegakkan kedamaian.

"Perjanjian Hudaibiyah adalah bukti nyata bahwa manfaat terbesar lahir dari pilihan damai, bukan dari pertikaian," kata Haedar. 

Lebih jauh, Haedar menilai nilai-nilai perdamaian yang diajarkan Rasulullah relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini yang majemuk dan sering diwarnai ketegangan politik maupun pertarungan kepentingan.

"Dalam dinamika sosial dan politik kita, masih sering kita saksikan bagaimana perbedaan justru menjadi alasan untuk saling merendahkan, bahkan memecah belah," katanya. 

Haedar berpesan agar para pemimpin bangsa, baik tokoh agama, masyarakat, maupun pejabat publik, menjadikan keteladanan Nabi Muhammad sebagai pedoman dalam memimpin.

Rasulullah mengajarkan bahwa kepemimpinan bukanlah alat untuk kepentingan pribadi atau golongan, melainkan amanah untuk menghadirkan maslahat, keadilan, dan persatuan.

"Ketika pemimpin mengedepankan perdamaian, menumbuhkan kepercayaan dan merangkul semua pihak, bangsa ini akan semakin kokoh," katanya.