Rupiah Anjlok 49 Poin Penutupan Perdagangan
EkonomiNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Ilustrasi Rupiah (Freepik)

Jakarta, tvrijakartanews - Nilai tukar rupiah anjlok pada penutupan perdagangan, Rabu (10/1/2024). Terpuruknya rupiah sama seperti saat pembukaan.

Sebagaimana dikutip Bloomberg, rupiah melemah sebanyak 49 poin atau 0,32 persen di level Rp15.569 per dolar AS. Penutupan sebelumnya posisi Rp15.520 per dolar AS.

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, fokus utama tetap pada, data CPI AS yang dirilis pada hari Kamis diperkirakan menunjukkan inflasi sedikit meningkat di bulan Desember.

"Inflasi yang stagnan, ditambah dengan tanda-tanda ketahanan pasar tenaga kerja baru-baru ini, memberikan ruang bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Ibrahim menjelaskan para pedagang terlihat terus mengurangi pertaruhan bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga secepatnya pada bulan Maret 2024.

"Alat CME Fedwatch menunjukkan pertaruhan terhadap penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Maret dengan peluang 63,6%, turun dari peluang 69,6% yang terlihat dalam seminggu yang lalu," tuturnya.

Menurutnya, pejabat Fed juga terlihat menentang ekspektasi penurunan suku bunga lebih awal, dengan Presiden Fed Atlanta Ralph Bostic menyatakan bahwa ia tetap bias terhadap kebijakan moneter yang tetap ketat dalam jangka pendek.

"Meskipun The Fed telah mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga pada tahun 2024, namun hanya memberikan sedikit informasi mengenai waktu pemotongan tersebut. Bank sentral sejauh ini mempertahankan pendekatan berbasis data untuk memangkas suku bunga," jelasnya.

Di Asia, lanjut Ibrahim, data pada hari Selasa menunjukkan inflasi inti di ibukota Jepang melambat untuk bulan kedua berturut-turut pada bulan Desember, mengurangi tekanan pada Bank of Japan untuk segera keluar dari kebijakan moneter ultra-longgarnya.

"Langkah-langkah pembangunan kembali dan stimulus setelah terjadinya gempa bumi dahsyat di Jepang tengah diperkirakan akan mengimbangi setiap gagasan pengetatan kebijakan di BOJ, setidaknya dalam jangka pendek," paparnya.

Ekonomi Dunia Diprediksikan Terpuruk

Ibarahim menuturkan Pasar merespon negatif dari rilis Bank Dunia, dalam Global Economic Prospects January 2024 memperkirakan ekonomi global akan melambat ke 2,4% pada tahun ini dibandingkan 2,6 persen pada 2023.

"Sedangkan, ekonomi dunia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 2,7 persen pada 2025, proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Juni lalu yakni 3,0 persen," tambahnya.

Menurutnya, pertumbuhan sebesar 2,6% pada 2023 juga akan menjadi yang terendah dalam 50 tahun, di luar resesi global saat pandemi.

"Bank Dunia juga menyebut ini adalah kali pertama mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi terus melandai selama tiga tahun beruntun," ungkapnya.

Bank Dunia juga mengingatkan adanya risiko besar untuk pertumbuhan ke depan dari konflik di Timur Tengah, gangguan di pasar komoditas, mahalnya ongkos pinjaman, bengkaknya utang, melandainya ekonomi China, inflasi yang masih tinggi, serta perubahan iklim yang ekstrim.

Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini di angka 4,9%. Namun, mereka memangkas proyeksi 2025 menjadi 4,9%, dari 5,0% pada proyeksi Juni lalu.Proyeksi bank dunia tidak sejalan dari proyeksi pemerintah sebesar 5,2 %.

Salah satu dampak sulitnya pertumbuhan ekonomi 2024 di 5,2 % adalah Indonesia tidak akan lagi mendapat berkah dari lonjakan harga komoditas.

"Untuk tahun ini dan tahun depan sehingga akan berpengaruh terhadap ekspor impor serta melandainya ekonomi China salah satu mitra bisnis terbesarnya," tandasnya.