
Ilustrasi polusi udara (Foto: Freepik)
Jakarta, tvrijakartanews - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mempertegas komitmen perluasan kawasan rendah emisi atau Low Emission Zone (LEZ) untuk mengurangi dampak polusi udara di Jakarta.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto sebagai upaya tindaklanjut Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 576 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara.
Menurut dia, perluasan LEZ merupakan bagian dari strategi pengendalian pencemaran udara di Jakarta.
"Dalam poin Kepgub itu mengatur kajian terkait kriteria kawasan rendah emisi, penyusunan peraturan terkait kriteria kawasan rendah emisi, dan penetapan lokasi kawasan bebas kendaraan bermotor (permanen)," ujar Asep dalam keterangannya, dikutip Minggu (21/1/2024).
Untuk diketahui, Jakarta memiliki dua kawasan rendah emisi yang berlokasi di Kawasan Kota Tua dan Tebet Eco Park sebagai percontohan.
Nantinya, gagasan mengenai kawasan rendah emisi akan semakin diperdalam dengan mengedepankan prinsip inklusivitas dan manfaatnya bisa dirasakan secara maksimal oleh warga.
"Untuk mewujudkan misi perluasan kawasan rendah emisi tersebut, DLH bersinergi bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dengan memperhatikan kebutuhan mobilitas warga sehari-hari, memperhitungkan faktor kenyamanan, kesehatan, dan keamanan pengguna," ucap Asep.
Dalam proses kajian kawasan rendah emisi, Asep menambahkan, DLH dibantu oleh konsorsium Clean Air Catalyst (Catalyst), yang didukung oleh USAID, dan dilaksanakan oleh WRI Indonesia, Vital Strategies, dan ITDP Indonesia.
Konsorsium di tingkat internasional ini bergerak untuk percepatan perbaikan kualitas udara di kota-kota dunia dalam penanggulangan dampak buruk polusi udara.
"Kami berharap, dengan perluasan kawasan rendah emisi, Kota Jakarta naik kelas menuju kota global dengan kualitas udara yang semakin membaik," imbuh dia.
Di samping itu, Manajer Program Clean Air Catalyst, Satya Utama menyampaikan, pihaknya berperan untuk mengoptimalkan desain, pelaksanaan kawasan rendah emisi yang lebih inklusif dan mengikutsertakan aspirasi serta kebutuhan masyarakat.
Hal ini guna mewujudkan visi kawasan rendah emisi yang tidak hanya mengurangi dampak polusi udara, tetapi juga menyejahterakan warga.
“Dari kegiatan Lingkar Belajar yang diadakan tahun lalu oleh WRI Indonesia, kami mendapat masukan dari beberapa warga di sekitar kawasan rendah emisi di daerah Kota Tua," ucap Satya.
Berangkat dari hal itu, Clean Air Catalyst kemudian mempelajari bahwa pembangunan kawasan rendah emisi memiliki dampak yang dapat memengaruhi tingkat kepadatan kendaraan di dekat permukiman warga.
Sebab, jalan-jalan tersebut dijadikan sebagai jalan alternatif untuk menghindari KRE, tetapi malah memberikan dampak bagi kesehatan.
"Alih-alih memberi manfaat, justru menimbulkan tantangan baru di sektor kesehatan dan keamanan," kata Satya.
Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Prof Puji Lestari mempresentasikan hasil inventarisasi emisi sektor transportasi pada 2023.
Hasil penelitiannya menunjukkan penyumbang terbesar emisi PM 2.5 dan Black Carbon adalah Heavy-Duty Vehicle atau yang lebih dikenal dengan kendaraan berat, seperti truk dan kendaraan penumpang berbahan bakar diesel, dengan kontribusi masing-masing 28,6 persen untuk PM2.5 dan 38,9 persen untuk black carbon.
Sementara, penyumbang tertinggi untuk Gas Rumah Kaca (GRK), Karbon Monoksida (CO), dan Volatile Organic Compounds (VOC) adalah kendaraan berbahan bakar bensin, sepeda motor, dan mobil penumpang.
"Maka dari itu, perlu adanya intervensi kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan emisi tersebut, salah satunya penerapan LEZ," ucap Puji.
Guru besar yang menjabat sebagai Co-Principal Investigator Clean Air Catalyst ini mengatakan, pengertian dasar LEZ adalah kawasan yang dibatasi aksesnya bagi kendaraan bermotor yang memiliki emisi tinggi.
Kebijakan ini telah diterapkan di berbagai kota dunia, termasuk Singapura, London dan Mexico City.
"LEZ efektif dalam mengurangi polusi udara di perkotaan. Di Singapura, misalnya, penerapan LEZ telah menurunkan emisi PM2.5 hingga 30 persen," imbuh dia.

