
Foto: study finds (© luchschenF - stock.adobe.com)
Jakarta, tvrijakartanews - Propranolol adalah penghambat beta yang secara tradisional diresepkan untuk membantu mengobati hipertensi dan menurunkan tekanan darah. Para peneliti dari Pusat Autisme dan Perkembangan Saraf Thompson di Universitas Missouri-Columbia melaporkan bahwa obat kardiovaskular juga mampu mengurangi kecemasan di kalangan anak-anak dan orang dewasa muda yang didiagnosis menderita Autism Spectrum Disorder (ASD).
Dilansir dari study finds edisi (28/01/2024) sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa orang-orang tertentu dengan gangguan spektrum autisme biasanya lebih sering berjuang melawan perasaan cemas yang intens dibandingkan rekan-rekan neurotipikal mereka. Penelitian ini menunjukkan bahwa propranolol mungkin merupakan peluang nyata untuk meredakan nyeri pada individu autis yang berjuang melawan kecemasan .
Penelitian ini dipimpin oleh David Beversdorf, seorang dokter di Thompson Center dan melibatkan total 69 % selama tiga tahun. Dibandingkan dengan kelompok pasien yang memakai plasebo, peserta yang memakai propranolol menunjukkan penurunan tingkat kecemasan secara signifikan pada pemeriksaan 12 minggu mereka. Tim peneliti juga yakin untuk menyelidiki apakah ada perubahan signifikan dalam keterampilan komunikasi sosial individu, namun tidak ada fluktuasi seperti itu yang muncul.
Dr. Beversdorf, seorang dokter praktik dalam siaran persnya, mengatakan temuan penelitian menunjukkan bahwa propranolol dapat berfungsi sebagai intervensi yang berguna untuk mengurangi kecemasan bagi individu dengan autism.
“Obat ini sudah ada sejak tahun 1960-an dan harganya sangat murah. Hingga saat ini, kami belum memiliki obat yang diketahui menargetkan masalah kejiwaan secara khusus untuk individu dengan autisme, sehingga hasil ini sangat menjanjikan dan dapat mendukung penelitian di masa depan,” kata Dr. Beversdorf.
Dr. Beversdorf menjelaskan bahwa dia telah melihat secara langsung manfaat positif propranolol yang dapat meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, tidak hanya bagi pasien itu sendiri tetapi juga keluarga dan orang-orang yang mereka cintai.
“Sebagai peneliti, kami berupaya sebaik mungkin untuk meningkatkan kehidupan pasien kami, dan rasanya bermanfaat untuk membantu kami,” simpul Dr. Beversdorf.