
Ilustrasi rupiah (freepik)
Jakarta, tvrijakartanews - Nilai tukar rupiah (kurs rupiah) ditutup melemah 22 poin atau 0,14 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pertumbuhan Ekonomi selama 5 tahun terkahir belum menunjukkan peningkatan.
Dikutip data Bloomberg, Selasa (6/2/2024), rupiah melemah 22 poin atau 0,14 persen menjadi Rp15.730 per USD. Sedangkan data Yahoo Finance, rupiah melemah 26 poin atau 0,16 persen menjadi Rp15.725 per USD.
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir masih belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
"Di mana yang paling tertinggi hanya berada di atas 5 persen. Namun, impian untuk menjadi negara maju membutuhkan tingkat pertumbuhan ekonomi tumbuh di kisaran 6-7 persen," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (6/2/2024).
Ibrahim menjelaskan secara rinci, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 sebesar 5,02 persen. Kemudian, merosot pada tahun 2020 yang terkontraksi -2,07. Hal ini disebabkan adanya pandemi Covid-19 yang menghambat laju pertumbuhan
"Selanjutnya, di tahun 2021 ekonomi mulai pulih dengan capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 3,70 persen. Adapun, tahun 2022 dan 2023 pertumbuhan ekonomi kembali di atas 5 persen, yakni masing-masing sebesar 5,31 persen dan 5,05 persen," tuturnya.
Dikatakan Ibrahim, untuk mencapai Indonesia menjadi negara maju, maka harus meningkatlan ICOR (incremental capital output ratio) di angka 4.
"Saat ini, ICOR Indonesia dibandingkan negara lain masih tinggi, di sekitar angka 6 lebih sedikit," ucapnya.
Namun tinggui ICOR saat ini, merupakan hal yang wajar, pasalnya Indonesia sedang membangun infrastruktur dan logistik yang memerlukan waktu untuk merasakan dampaknya, sehingga kedepan bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi denga perbaikan ICOR.
Selanjutnya, sektor perdagangan juga harus menjadi perhatian. Di mana sektor perdagangan merupakan bagian kelanjutan dari industri. Sehingga, bila sudah adanya integrasi antara industri manufaktur dengan industri perdagangan maka diharapakan pertumbuhan ekonomi akan moncer mencapai target 6-7 persen.
Disisi lain, Institute for Supply Management (ISM) mengatakan pertumbuhan sektor jasa AS meningkat pada bulan Januari karena peningkatan pesanan baru dan pemulihan lapangan kerja.
"Hal ini menunjukkan momentum pertumbuhan ekonomi dari kuartal keempat meluas ke tahun baru," tambahnya.
PMI non-manufaktur ISM meningkat menjadi 53,4 dari 50,5 pada bulan Desember, lebih tinggi dari perkiraan ekonom yang disurvei oleh Reuters sebesar 52,0. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan di industri jasa, yang menggerakkan lebih dari dua pertiga perekonomian.
Data tersebut menambah laporan ketenagakerjaan AS yang dirilis pada hari Jumat yang jauh melebihi ekspektasi dan memaksa pasar untuk menyesuaikan kembali prospek penurunan suku bunga, kekuatan dolar, dan seberapa tinggi imbal hasil Treasury, yang bertindak untuk meningkatkan mata uang AS.
Pasar mulai memperhitungkan kemungkinan penurunan suku bunga lebih awal oleh The Fed. Suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama mengurangi daya tarik aset-aset yang berorientasi pada risiko dan memberikan imbal hasil tinggi, dan juga membatasi aliran modal asing ke pasar regional.
Komentar Powell pada hari Minggu malam menegaskan kembali pesan The Fed sebelumnya bahwa ketahanan perekonomian memberi bank lebih banyak ruang untuk menjaga kebijakan moneternya tetap ketat.
"Hal ini menyebabkan sebagian besar pedagang melepas spekulasi bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada bulan Maret atau Mei," ungkapnya.
Alat CME Fedwatch menunjukkan 83% peluang The Fed akan mempertahankan suku bunga stabil di bulan Maret, dan 35% kemungkinan The Fed akan mempertahankan suku bunga stabil di bulan Mei, naik secara substansial dari peluang 9,9% yang terlihat pada minggu lalu.

