Polusi Udara Sehari-hari Dapat Berdampak Signifikan Terhadap Perkembangan Otak Remaja
Tekno & SainsNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto: Nick van den Berg di Unsplash

Jakarta, tvrijakartanews - Para peneliti di Keck School of Medicine USC mengatakan polusi udara sehari-hari dapat berdampak signifikan terhadap perkembangan otak remaja. Studi yang didanai oleh Institutes of Health and the Environmental Protection Agency (EPA) ini menyoroti potensi risiko yang ditimbulkan oleh tingkat polusi yang sebelumnya dianggap aman menurut standar peraturan.

Melansir  Study Finds, dengan menggunakan data dari studi kesehatan otak remaja terbesar yang pernah dilakukan secara nasional, studi Adolescent Brain Cognitive Development (ABCD) atau Perkembangan Kognitif Otak Remaja, para peneliti menganalisis data pemindaian otak dari lebih dari 9.000 partisipan. Temuan mengungkapkan bahwa paparan polutan tertentu dikaitkan dengan perubahan konektivitas otak, yang menyebabkan koneksi berlebihan dan tidak memadai antara berbagai wilayah otak.

Doktor Devyn L. Cotter, MSc, dalam rilis media mengatakan, penyimpangan ke segala arah dari lintasan normal perkembangan otak baik jaringan otak terlalu terhubung atau tidak cukup terhubung bisa berbahaya.

Penelitian ini menggunakan pemindaian MRI fungsional yang dikumpulkan dari anak-anak berusia 9 hingga 10 tahun, dengan pemindaian lanjutan yang dilakukan dua tahun kemudian untuk mengamati perubahan konektivitas otak dari waktu ke waktu. Para peneliti fokus pada jaringan dan wilayah otak utama, seperti jaringan arti-penting, frontoparietal, mode default, serta amigdala dan hipokampus , yang terlibat dalam emosi, pembelajaran, dan memori .

Para peneliti membangun hubungan antara tingkat polusi udara dan perubahan konektivitas otak, dengan memetakan data kualitas udara, termasuk partikel halus (PM2.5), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon di permukaan tanah (O3), di setiap tempat tinggal anak-anak. Paparan PM2.5 dikaitkan dengan peningkatan konektivitas fungsional, sedangkan paparan NO2 diperkirakan menurunkan keterhubungan. Tingkat O3 yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan koneksi di dalam korteks namun penurunan koneksi dengan wilayah lain.

Sementara itu, Megan M. Herting, PhD, profesor ilmu kependudukan dan kesehatan masyarakat di Keck School of Medicine dan penulis senior studi ini mengatakan kualitas udara berkontribusi terhadap perubahan jaringan otak.

“Kualitas udara di seluruh Amerika, meskipun 'aman' menurut standar EPA, berkontribusi terhadap perubahan jaringan otak selama masa kritis ini, yang mungkin mencerminkan biomarker awal peningkatan risiko masalah kognitif dan emosional di kemudian hari,” kata Megan.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Environment International ini menyebut temuan penelitian mungkin mempunyai implikasi terhadap peraturan kualitas udara. Para pembuat kebijakan dapat mempertimbangkan dampak polusi udara terhadap kesehatan otak ketika menetapkan atau menyesuaikan rekomendasi. Para peneliti juga menekankan perlunya penyelidikan lebih lanjut terhadap komposisi kimia polutan untuk menyempurnakan peraturan dan mendapatkan pemahaman lebih dalam tentang mekanisme polusi udara yang membahayakan otak.

“Rata-rata, tingkat polusi udara di Amerika cukup rendah, namun kita masih melihat dampak yang signifikan terhadap otak. Hal ini harus dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan ketika mereka memikirkan apakah akan memperketat standar yang ada saat ini,” tambah Cotter.

Lebih lanjut, para peneliti berencana untuk terus menganalisis kesehatan otak dari waktu ke waktu menggunakan data dari studi ABCD, dan mengeksplorasi lebih jauh konsekuensi jangka panjang polusi udara terhadap kesehatan mental selama masa remaja.