
Ahli telematika Roy Suryo dalam konferensi pers bersama TPN Ganjar-Mahfud di Menteng, Jakarta Pusat. Foto M Julnis Firmansyah
Jakarta, tvrijakartanews - Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Benny Rhamdani menegaskan, timnya akan terus melakukan perlawanan dalam mengungkap dugaan kecurangan pada Pemilu 2024. Menurut dia konstitusi negara mengatur untuk melakukan hak angket maupun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengusut dugaan kecurangan pesta demokrasi 2024.
"Jadi tidak boleh ada pihak yang menyalahkan tim Ganjar-Mahfud melakukan perlawanan secara hukum maupun politik. Semua diberikan tempat dan ruang oleh konstitusi negara kita," kata Benny di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 28 Februari 2024.
Wakil Ketua Umum Partai Hanura itu mengungkapkan, berbagai data kecurangan tengah dikumpulkan pihaknya. Hal ini dirasa akan mengungkap dugaan kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif.
"Kecurangan sudah banyak data yang diterima oleh TPN, baik dalam bentuk video dan laporan fisik, termasuk bukti-bukti yang menguatkan fakta-fakta perolehan suara melalui form C1 itu sudah masuk semua ke TPN," ucap Benny.
Lebih lanjut, Benny pun menegaskan seharusnya tidak ada pasangan capres-cawapres yang mengklaim menjadi pemenang. Sebab, KPU RI belum menyatakan secara resmi pemenang Pilpres 2024.
"Jadi jika ada pihak yang mengklaim menang itu adalah kebohongan publik.
Jadi kita jangan mau ditipu dengan cara-cara seperti itu," ujar Benny.
Ditemui di lokasi yang sama, ahli telematika Roy Suryo meminta agar diadakannya investigasi forensik dan audit metadata C1 untuk mengungkap keganjilan dari penghitungan Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Menurut temuannya, ada beberapa keganjilan dalam teknologi yang digunakan Sirekap.
"Sudah banyak temuan saya sebelumnya tentang Sirekap, misalnya tentang kesalahan OCR, Optical Character Recognizer, atau OMR, Optical Mark Reader, yang seharusnya tidak, maaf harus saya katakan, tidak sekonyol itu atau tidak sebodoh itu," kata Roy.
Mantan Menpora itu menjelaskan keganjilan yang dirinya temukan dari aplikasi Sirekap kali ini bersifat minor. Bahkan, menurut dia kesalahan teknis yang terjadi sudah merupakan hal yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Keganjilan pertama adalah sistem Sirekap yang digunakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terus berubah karena software yang kerap diperbaiki.
"Sehingga membuat orang yang tadinya men-download Sirecap ini pada awal Januari, yang didownload oleh KPPS-KPPS itu tidak sama. Jadi kesalahannya bisa masif karena tidak sama. Yang satu men-download versi 2 poin sekian, yang satu men-download versi 2 poin. Dan ini (perubahan versi) ada 10 kali dalam catatan saya," kata Roy.
Dengan adanya perubahan yang terjadi saat proses pemilu sudah berlangsung, menurut Roy seharusnya Sirekap tidka layak digunakan untuk menghitung suara di Pemilu 2024. Lalu untuk keganjilan selanjutnya, munculnya seolah-olah serangan hacker di aplikasi Sirekap pada 14 Februari 2024.
"Saya bilang seolah-olah karena itu diakui atau dikatakan oleh saudari salah seorang komisaris KPU," kata Roy.
Menurut mantan politikus Partai Demokrat itu, saat itu Sirekap bukan dalam serangan hacker, melainkan memang sengaja dimatikan oleh pihak yang berkepentingan. Ia menduga saat aksi itu dilakukan karena ada kepentingan untuk memasukkan skrip atau program tersembunyi.
Melalui skrip ini, dalam tabulasi Sirekap muncul presentase seperti quick count pada 14 Februari 2024 pukul 19.00 WIB. Tabulasi tersebut menahan perolehan suara para capres-cawapres di angka tertentu, yakni Paslon Nomor 01 mendapatkan angka 24 persen, Paslon Nomor 02 mendapatkan 58 persen, dan Paslon Nomor 03 mendapatkan angka 17 persen.
"Padahal itu hari pertama (pencoblosan), jam 7 malam belum ada data TPS yang masuk, ada buktinya semua," kata Roy.
Lebih lanjut, Roy mengklaim dirinya menemukan data bahwa server Sirekap berada di Singapura, bukan di dalam negeri seperti klaim KPU. Menurutnya penempatan server di luar negeri itu melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi.
Hingga pada hari Minggu lalu, Roy menyebut KPU memindahkan server tersebut secara diam-diam ke Jakarta. Pemindahan itu, kata dia, dilakukan tanpa pemberitahuan resmi.
"Dengan tidak diumumkan ke publik, maaf ini saya bilang, ini sudah ada mens rea, sudah ada kejahatan," kata Roy.