
Foto: Reuters/Pekerja masjid mengisi jug dengan air
Jakarta, tvrijakartanews - Umat Islam di ibu kota Sudan Selatan, Juba, menjalankan puasa Ramadhan di bawah cuaca yang sangat panas. Negara ini saat ini dilanda gelombang panas dengan suhu meningkat hingga 42 derajat Celsius (107F) seperti dilansir dari Reuters (24/03).
Salah satu tokoh masyarakat, Sheikh Rifaad Juba Abdallah Omar mengatakan mereka menemukan cara untuk menenangkan diri sambil berpuasa. Untuk mengatasi panas, Omar, yang mengelola masjid Suk Melishiya, mengatakan kebanyakan orang lebih suka minum lebih banyak air daripada makan saat berbuka puasa.
“Ya, puasa di musim dingin berbeda dengan puasa di musim panas. Kami akui ada masalah. Semua orang yang Anda lihat di sini lelah. Saya juga lelah. Kenaikan suhu mempengaruhi tubuh manusia,” kata Sheikh Rifaad.
Meskipun dalam masjid Suk Melishiya tersebut terdapat kipas angin yang dipasang, tetapi listriknya padam. Alhasil balok es dikerahkan untuk mendinginkan tubuh, namun tingginya permintaan menyebabkan harga naik. Mariam Kiden, warga Juba yang sejak lahir di kota ini mengungkapkan bawha ini pertam kalinya ia merasakan suhu yang sangat panas di daerah tersebut.
"Saya lahir di sini di Juba tapi saya belum pernah merasakan suhu panas seperti ini sebelumnya. Ini pertama kalinya,” ungkap Mariam.
“Beberapa tantangan yang kita hadapi akibat gelombang panas antara lain rasa haus dan getaran tubuh. Tubuh bergetar karena panas. Karena terlalu banyak haus, mulut saya kering dan bibir menempel pada gusi. Hal ini disebabkan oleh suhu yang tinggi," lanjutnya.
Sementara itu, Ahli meteorologi Majwok Agawi Modo mengatakan mereka mengeluarkan peringatan sejak bulan Februari 2024 bahwa pada bulan Maret mendatang, suhu diperkirakan sangat tinggi, khususnya di bagian utara negara itu.
“Secara klimatologis hal ini telah terjadi selama beberapa tahun terakhir, tetapi mulai tahun 2023 kenaikan suhu menjadi sedikit kritis,” ucap Modo.
Lebih lanjut, Modo percaya bahwa tren kenaikan suhu yang dialami dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan dampak iklim dan menekankan bahwa negara-negara seperti Sudan Selatan sangat terpukul oleh bencana yang berhubungan dengan cuaca.
“Ini sekali lagi merupakan indikasi bahwa dampak perubahan iklim berdampak negatif di banyak negara Afrika Timur, khususnya Sudan Selatan,” tutupnya.

