Eddy Hiariej Sebut MK Tak Berwenang Diskualifikasi Prabowo-Gibran di Pilpres 2024
Cerdas MemilihNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Mantan Wamenkumham Eddy Hiariej di sidang MK. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus mantan Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej menyebut keabsahan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya, kata dia, pihak yang berkeberatan dengan pencalonan Gibran itu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hal ini untuk menanggapi pemohon dari kubu pasangan capres-cawapres 01 dan 03 yang meminta pencalonan Prabowo-Gibran tidak sah dan didiskualifikasi. Kubu 01 dan 03 juga meminta MK untuk memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) khususnya Pilpres 2024.

"Masalah keabsahan tersebut adalah sengketa proses dan bukan merupakan kewenangan MK, seyogianya ketika KPU mengeluarkan keputusan terkait pasangan calon Prabowo Subiatno dan Gibran Rakabuming Raka maka pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkeberatan terhadap keabsangan tersebut seharusnya mengajukan gugatan ke PTUN," kata Eddy di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 4 April 2024.

"Ketika ini tidak dilakukan, berarti pasangan 01 maupun 03 telah melakukan apa yg kita sebut dengan istilah afstand doen van de gemeenschap atau melepaskan haknya," sambungnya.

Eddy hari ini dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024. Ia dihadirkan sebagai ahli yang mewakili kubu Prabowo-Gibran.

Lebih lanjut, Eddy menerangkan pasangan calon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan 02 Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak pernah mempersoalkan pencalonan Prabowo-Gibran saat masa kampanye dan debat capres-cawapres.

"Artinya ada pengakuan secara diam-diam," ungkap Eddy.

Menurut Eddy, terkait batas usia capres-cawapres yang dipersoalkan, KPU RI hanya menjalankan putusan MK. Sehingga, permasalahan batas usia tidak dipersoalkan kepada KPU, tetapi kepada MK.

"Dan yang terakhir, putusan MK dalam perkara a quo yang saat itu juga berlaku mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang, di sini tentunya berlaku asas preferensi umum yang itu kita dapat pada semerter 1 di fakultas hukum di mana pun di dunia ini yaitu lex superior de logat legi inferior, bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi," tegas Eddy.

"Bahwa seketika pada saat putusan MK itu berlaku seketika itu juga dan ada peraturan di bawahnya yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka sesungguhnya sifat peraturan yang di bawahnya itu bukannya dapat dimintakan pembatalan tapi dia bersifat batal demi hukum," sambungnya.

Oleh karena itu, Eddy menegaskan seharusnya keabsahan pencalonan Prabowo-Gibran sudah selesai. Sehingga tidak perlu diperdebatkan secara berkepanjangan.

"Dengan demikian dalil terkait keabsashan pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka itu sebetulnya sudah clos the case," pungkas Eddy.

Dalam sidang PHPU atau sengketa Pilpres 2024 hari ini, Tim pembela Prabowo-Gibran menghadirkan delapan ahli dan enam saksi dalam sidang. Mereka antara lain mantan Wamenkumham Eddy Hiariej, Guru Besar Ilmu Konstitusi Universitas Pakuan, Andi muhannad Asrun; pakar hukum, Abdul Khair Ramadhan; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Aminuddin Ilmar; pakar hukum tata negara, Margarito Kamis; Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, Khalilul Khairi; pendiri lembaga survei Cyrus Network, Hasan Hasbi; dan Direktur Eksekutif Indo Baroemeter, Muhammad Qodari.

Sedangkan, enam saksi yang dihadirkan yakni Gani Muhammad (Pj Wali Kota Bekasi); Andi Bataralifu (Pj Bupati Wajo); Ahmad Doli Kurnia Tanjung (Ketua Komisi II DPR); Suprianto; H. Abdul Wahid; Ace Hasan Sadili (Ketua DPD Golkar Jawa Barat).