
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta agar DPR RI tak lepas tangan menyikapi berbagai temuan masalah pemilihan umum (pemilu). Hal ini disampaikan saat membacakan berkas putusan pemohon pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
"Lembaga politik seperti DPR tidak boleh lepas tangan," kata hakim MK Saldi Isra saat persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 22 April 2024.
DPR, kata Saldi, mestinya sejak awal harus menjalankan fungsi konstitusionalnya. Mulai dari fungsi pengawasan hingga memastikan menjaga amanat Pasal 22E ayat 1 UUD 1945. Beleid itu mengamanatkan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Amanat harus dijaga pada setiap momentum pemilu.
"Fungsi pengawasan dan menggunakan hak-hak konstitusional yang melekat pada jabatannya seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat guna memastikan seluruh tahapan pemilu dapat terlaksana sesuai dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," ucap Saldi.
Selain itu, lembaga yang telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan pemilu, seperti Bawaslu dan Gakkumdu, harus melaksanakan kewenangannya secara optimal. Hal ini demi memastikan agar pemilu yang jujur dan adil serta berintegritas dapat dihasilkan.
"Penegasan demikian diperlukan karena Mahkamah hanya memiliki waktu yang terbatas, in casu 14 (empat belas) hari kerja, untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," jelas Saldi.
MK Bukan Keranjang Sampah
Dalam kesempatan itu, Saldi Isra juga menegaskan bahwa institusinya bukan keranjang sampah yang berfungsi untuk menyelesaikan semua masalah pemilu.
"Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai 'keranjang sampah' untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia," kata Saldi.
Saldi mengatakan bahwa MK dalam melaksanakan kewenangan yang tertuang dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 tidak hanya sebatas mengadili angka-angka atau hasil rekapitulasi penghitungan suara. Namun berdasarkan beleid itu, hal-hal lain yang berkenaan dengan tahapan pemilu bisa ditangani.
"Juga dapat menilai hal-hal lain yang terkait dengan tahapan pemilu berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu," ucap Saldi.
Namun, kata Saldi, tidak tepat jika MK menjadi semua tumpuan. Khususnya menuntaskan semua masalah yang terjadi pada saat kontestasi politik.
"Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum sebagaimana termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, sebenarnya tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila Mahkamah dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan tahapan pemilu," ujar Saldi.

