
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menghadiri kegiatan Sosialisasi keuangan inklusif bagi santri dan masyarakat pesantren sekaligus milad Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) ke 46 di Pondok Pesantren Mama Bakry Sadeng, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu 1 Juni 2024. / Foto: Dimas Yuga Pratama
Bogor, tvrijakartanews - Menjadi negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia dinilai memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Saat ini, ekosistem ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia telah berkembang pesat. Terutama dalam bidang investasi keuangan syariah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, potensi dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di dukung dengan adanya 39,6 ribu pondok pesantren serta 4,7 juta santri yang tersebar si seluruh Indonesia.
Pondok pesantren juga dianggap memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam pengembangan ekonomi syariah.
"Sebanyak 12.469 pesantren atau hampir 40% dari total pesantren memiliki potensi secara ekonomi baik di bidang pertanian, peternakan, perikanan, serta usaha mikro kecil," sebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada kegiatan Sosialisasi keuangan inklusif bagi santri dan masyarakat pesantren sekaligus milad Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) ke 46 di Pondok Pesantren Mama Bakry Sadeng, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu 1 Juni 2024.
Airlangga menjelaskan, pondok pesantren bukan hanya dianggap sebagai lembaga pendidikan saja, namun juga memiliki peran penting untuk pemberdayaan sosial ekonomi syariah terutama di era digitalisasi.
“Tentu adik-adik santri, sebagai generasi muda mempunyai kesempatan di era digitalisasi ini. Jadi kita lihat potensi yang besar generasi muda ada 65 juta orang dan ini adalah potensi bonus demografi. Pesantren bukan hanya pendidikan dan pengajaran keagamaan tetapi juga tanggung jawab besar untuk pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya, keuangan inklusif merupakan komponen penting dalam proses inklusi sosial dan ekonomi. Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020.
Melalui payung hukum ini, dapat dilakukan akselerasi perluasan akses keuangan kepada masyarakat dengan memperkuat koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Industri Jasa Keuangan, Organisasi Masyarakat, serta lembaga pendidikan seperti ponpes pada berbagai segmen sasaran, salah satunya adalah santri dan pemuda.
Sinergi serta kolaborasi antara DNKI bersama Kementerian dan Lembaga serta Majelis Dakwah Indonesia juga diperlukan untuk melaksanakan kegiatan literasi dan edukasi keuangan syariah di pondok pesantren dengan beberapa program seperti, layanan keuangan digital pesantren menggunakan biometrik wajah bagi santri/santriwati, implementasi QRIS bagi pesantren, program pesantren go digital dan keagenan laku pandai perbankan dan non bank untuk pondok pesantren.
Saat ini, pemerintah juga tengah mendorong peningkatan kepemilikan rekening maupun penggunaan produk keuangan formal, seperti melalui program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR) untuk dukung peningkatan inklusi keuangan.
Untuk membantu permodalan kemandirian pesantren, telah terdapat penyaluran pembiayaan antara lain berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR), pembentukan Bank Wakaf Mikro (BWM), penyaluran pembiayaan Ultramikro (UMi), penerbitan sertifikasi halal self declare serta penyaluran pembiayaan dari LPDB KUMKM kepada mitra syariah atau Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren).
“ini tentunya berdasarkan data posisinya target inklusi keuangan adalah cukup besar yaitu hampir 90%. Nah tentu saya berharap bahwa target inklusi keuangan 90% bisa dicapai apalagi dengan kerja sama dengan pesantren,” pungkasnya.