
Ilustrasi hacker. (Freepik)
Jakarta, tvrijakartanews - Prakitisi dan Akademisi dari Universitas Bina Nusantara Chrisando Ryan Pardomuan Siahaan mengatakan pada umumnya para hacker menargetkan korban awam yang tidak paham dengan teknologi.
"Karena ibaratnya orang-orang awam, itu mendapat pesan yang tidak jelas, ada typo dan duplikat serta mencurigakan mereka tetap percaya mereka disebut sasaran empuk," kata Chrisando saat dihubungi tvrijakartanews di Jakarta, Jumat (12/7/2024).
Chrisando menilai sementara sementara orang-orang yang memahami dunia teknologi sering memakai handpone sering pakai teknologi mereka tidak menjadi target kejahatan para hacker.
"Justru mereka akan menghindari nge-hack orang yang paham teknologi," tuturnya.
Untuk melindungi data pribadi, Chrisando menuturkan pada prinsipnya semua sudah tahu memasang pengamanan pada data pribadi dengan cara yang sulit. Ketika kode yang dipasang sulit untuk di akses oleh pemilik akun maka itu akan menyulitkan para hacker untuk membongkar data akun pribadi.
"Jadi kita bikin sulit untuk memasang kode pengamanan akun transaksi digital kita. Hal ini untuk mencegah kebocoran atau transaksi bisa agar tidak bisa dimanipulasi atau di tipu itu gara-gara hacker bisa masuk ke dalam akun kita, yang harus diingat adalah kalah kita semakin repot untuk masuk ke akun kita sendiri hacker akan merasa repot ke akun kita," tuturnya.
Dia memberi contoh, saat pemilik akun mau login ke bank. Maka harus masukin nama, password, dan kita harus masukin kode otentik. Itu dilakukan secara berkali-kali.
"Banyak orang males, tapi dari segi teknisnya hacker akan semakin kesulitan untuk mendapatkan data kita. Karena saat mereka mau bobol akun kita dia harus mendapatkan password-nya, kedua dia harus mendapatkan kodenya yang masuk ke SMS kita. Itu bikin hacker semakin ribet," pungkasnya.